Sejauh mana kita biasa memaknai kondisi yang kita alami? Saat
kesulitan misalnya. Apa hal pertama yang segera muncul di pikiran ketika
kondisi tersebut terjadi? Hampir sebagian besar orang menyatakan
kecewa, marah, sedih, atau jengkel. Sebaliknya, saat kejadian
menyenangkan yang datang, hampir semua juga menyebut rasa bahagia,
senang, gembira, dan sukacita.
http://jualraktoko.com/rak-gawang-baju
Tak salah, semua itu memang manusiawi. Tapi, jika kemudian diajukan
pertanyaan, mana yang paling sering terjadi, senang atau sedih?
Jawabannya sangat relatif. Namun, jika kita coba telusuri lebih jauh,
barangkali “jumlah” rasa senang dan sedih itu bisa jadi sangat
berimbang. Tak ada senang yang terus-menerus. Tak ada pula yang sedih
berkepanjangan. Sebagaimana yang sering saya sampaikan, sukses hari ini,
bukan berarti sukses esok hari, gagal hari ini, bukan berarti gagal
esok hari.
http://jayarak.com/rak-gawang-baju/
Karena itu, sejatinya, pola pikir kita sebenarnya yang menentukan, akan
memilih menyikapi apa kondisi yang sedang dialami. Apakah akan memilih
tenggelam dalam perasaan sedih dan kecewa, atau segera mengubah rasa
yang cenderung negatif menjadi hal yang lebih positif. Semua kita yang
menentukan sendiri, hendak dibawa ke mana pikiran dan perasaan yang
terjadi. Pertanyaannya kemudian adalah, jika kita sudah berhasil menjadi
“penguasa” atas apa yang kita pikirkan, rasakan, dan kehendaki, apakah
semua akan berjalan pada rel yang benar? Apakah dengan semua pikiran
positif tersebut akan segera mengantarkan kita pada kesuksesan yang
sejati?
http://rayarakminimarket.com/jual-rak-gawang-baju/
Saya sendiri orang yang sedari kecil mendapat didikan lingkungan dan
keluarga yang keras. Dalam kondisi tersebut, terbentuk mentalitas yang
kaya, sehingga apa pun kondisi yang saya alami, selalu saya pikirkan
kondisi positifnya. Apa pun kejadian yang melingkupi kehidupan, selalu
saya cari celah yang membuat saya terus berpikir optimis dan aktif.
Namun, dengan kondisi tersebut, halangan dan tantangan tak hilang dengan
sendirinya. Sebab memang, sudah menjadi “hukum alam” bahwa sejatinya
ada “keseimbangan” dalam kehidupan yang kita jalani. Tak ada sukses
tanpa kegagalan, tak ada gembira tanpa kesedihan. Karena itulah, meski
di awal perjuangan hidup terasa sangat berat, keyakinan akan
keberhasilan selalu membuat saya berani dan terus mau berjuang demi
mewujudkan hidup yang lebih baik.
http://jayarakminimarket.com/rak-gawang/
Pada titik tersebut, hukum alam juga mengajarkan, bahwa tak ada sukses
yang instan. Tak ada sukses yang bisa dipetik dengan perjuangan semalam.
Maka, dulu ketika orangtua mengatakan sebuah peribahasa alon-alon waton kelakon,
alias pelan-pelan asal sampai tujuan—yang kini juga diterjemahkan biar
lambat asal selamat—sebagai anak muda yang dulu menggebu-gebu ingin
cepat sukses, saya kurang setuju dengan istilah tersebut. Darah muda
yang bergejolak—ditambah semangat yang sangat berapi-api untuk mengubah
nasib—membuat saya berpikir dan bertindak ingin serbacepat. Begitu juga
kondisi yang saya lihat belakangan ini. Begitu banyak orang yang
berpikir untuk cepat sukses, cepat kaya, cepat pensiun di usia muda.
http://jayarakminimarket.com/rak-gondola-keranjang/
Tak salah memang. Apalagi zaman berkembang sangat luar biasa cepat.
Namun, di balik itu semua, jika dasar yang dijalankan belum kokoh, tak
ada fondasi kuat yang menopang, banyak orang yang justru terjebak oleh
ambisi yang berujung pada kehampaan.
http://pasarrak.com/trolley-lipat
Maka, ketika kembali meresapi nasihat orangtua—alon-alon waton kelakon—sebenarnya
nasihat tersebut bukan bermakna untuk berleha dan bersantai-santai.
Tapi, di dalam ungkapan tersebut, kita diajarkan untuk mendalami proses,
bukan semata hasil. Proses alon-alon yang penuh
kehati-hatian—sebagaimana dulu orang Jawa yang terkenal lemah lembut
namun sangat cermat dalam berkarya, membatik misalnya—adalah sebuah
wejangan yang berisikan kedalaman pesan untuk lebih memaknai kehidupan.
Kita “disuruh” untuk menjauhi sikap serba ingin cepat, sehingga malah
melupakan esensi dari apa yang ingin dituju dalam kehidupan yang
diperjuangkan. Dan lagi, dalam ungkapan alon-alon tersebut, kita juga
tetap “diingatkan” untuk meraih pencapaian tertentu, yakni dalam
ungkapan kelakon, yang arti harfiahnya tercapai. Artinya, di balik
segala proses yang berjalan—seolah-olah—lambat tersebut, kita tetap
punya tujuan akhir, yakni agar tercapai apa yang kita cita-citakan.
http://jayarakminimarket.com/trolley-barang-troli/
Kita memang tak pernah bercita-cita jadi orang gagal. Tak ingin pula
jadi orang yang hidup dalam kesulitan. Tapi, semua itu pasti akan selalu
kita lewati kala ingin mencapai tujuan yang diimpikan. Karena itu,
selayaknya kita mau dan mampu belajar, bahwa proses adalah sebuah hal
yang justru akan mendewasakan dan mematangkan kita.
http://jualraktoko.com/rak-gawang-baju
Mari kita syukuri, apa pun kondisi yang kita alami, sembari terus belajar dan berjuang, agar apa yang kita inginkan tercapai.
http://jualrak.asia/rak-sepatu
Salam sukses, luar biasa!!!
http://jualrak.asia/jual-rak-gudang
http://rayarakminimarket.com/rak-gudang-rekondisi/
0 komentar:
Posting Komentar